Jumat, 03 Mei 2013

Derai Tawa, Rintik Air Mata

Gak tau kenapa tiba-tiba mau tulis ini. Selain karena keadaan yang Semakin absurd dalam hidupku saat ini, sangat butuh loncatan yang lebih serius dari sekedar bangun pagi, lalu berebut naik Commuter Line, lalu bekerja, dan pulang saat hari gelap.

Tiga bulan lalu, saat akhirnya ada seorang pria yang tak asing dalam hidupku datang menemui orangtuaku untuk meminangku. Aku sungguh, terkejut. Dan perasaan berikutnya adalah : Bahagia.
Perjalanan panjang pacaran yang membosanakan, pertengkaran yang jadi rutinitas harian. Kegalauan yang merayap di dinding hati yang rapuh. Seketika itu semua terlupakan, berubah menjadi rangkaian mimpi, keinginan dan harapan, serta pembicaraan menghangat di ruang keluarga rumahku ; Pernikahanku.

Aku, Mas-masku, Adik, Ibu, kami saling melempar canda untuk semakin meledekku. Aku malu sekali, merah rasanya. Gentar hatiku, tapi aku senang.

Terbayang sudah, aku berdiri disampingnya menjadi sepasang pengantin. Lalu kemudian, aku membuatkan sarapan untuknya. Menanti kehadirannya pulang kerja. Atau, mendidik anak-anaknya. Ah.... semua itu, Insya Allah akan segera terwujud.

Kini dirumah mulai 'ribut' soal Undangan, Souvenir, bahkan menu makanan sudah dibahas jauh-jauh hari. Konsep acara mau seperti apa. Kami banyak berdiskusi untuk hasil terbaik, bahkan, tak jarang berdebat. Meski akhirnya, aku harus mengalah. Karena, aku yakin bahwa debat tak menyelesaikan masalah. Sejauh hal itu tidak melanggat syariat Islam, So Far So Good.

***

Bahwa hidup tak selalu seperti yang kita harapkan. Saat tekanan mempersiapkan hari Indah itu, saat butuh seseorang untuk mengungkapkan segalanya, maka saat itu pula, Allah menakdirkan hal lain. Allah berkehendak menguji kesabaran kita.

Dia dengan tangan-Nya menguji, sanggupkah kita melewati ujian ini? Tak jarang aku menyimpan kesal, menyimpan perasaan yang sangat tidak diharapkan muncul, Marah. Semua ini membuatku menjadi lebih sensitif dari apapun. Apalagi, saat pendapat tidak didengar. Bahkan, bukannya tidak didengar. Tapi memang tak mampu mengucap, karena calon suami sibuk.

Kamu semakin jauh, saat semuanya semakin dekat. Demikian yang sering aku gumamkan dalam kesendirianku. Duhai. Hal itu lah yang membuat pertengkaran semakin sering terjadi. Aku butuh perhatian, disatu sisi aku juga harus mengerti bahwa, calon suamiku tengah memenuhi tanggun jawab perusahaannya.

Sering aku mengasihani diriku sendiri. Mengapa harus merasa begitu sendiri ditengah keramaian?

***

Aku tak bisa terus begini. Kehidupan Rumah Tangga yang sebenarnya baru saja akan dimulai. Inilah ujian kedewasaan itu. Bagaimana kita menghadapi suatu masalah, tanpa masalah. Bagaimana seharusnya kita bersikap, bagaimana kita harusnya memahami keadaan orang lain.

Ya, hanya dengan memahamilah ini semua jadi lebih baik. Tak mudah memang, tapi bukankah semua permasalahan yang kita hadapi selalu ada jalan keluarnya? Permasalahan itu bukan datang dari orang lain, tapi dari diri sendiri. Diri ini yang tak ikhlas menerima sesuatu yang bukan sesuai kehendak kita.

Alhamdulillah, kajian-kajian dikantor mengenai kehidupan rumah tangga kelak banyak membantuku dalam memanage serta memperbaiki keadaan emosi diri. Menjadi ibu rumah tangga, bukan suatu yang mudah, namun tak jua sulit. Jika sulit, tak ada kita, anak-anak yang sanggup menuliskan kisah kehebatan ibu kita, bukan?

***

Rintik Air Mata dihatiku kini mulai sirna. Semakin aku menyadari, calon suamiku adalah laki-laki yang hebat. Tak mudah terprovokasi ulahku, yg akan hal-hal yang membuatnya semakin stress. Pernikahan ini, pekerjaannya, keluarganya, dan diriku. Aku percaya bahwa, tak ada niatnya untuk mengabaikanku. Hey, itu jam kerja kan?. Tak ada niatnya untuk menyakitiku. Tak ada niatnya untuk tak menceritakan masalahnya padaku. Karena tabiatnya laki-laki, mampu menyelesaikan masalah dalam diamnya. *ingat kajian hari ini :)

Proses ini, sungguh-sungguh mendebarkan. Aku akan tetap melukis kisahku, entah itu bahagia, sedih, kita semua punya bagian masing-masing. Maka, proses ini melibatkan derai tawa, mengurai rintik air mata. Tak terbantahkan.



my review on goodreads

Pukat (Serial Anak-anak Mamak, Buku 3)Pukat by Tere Liye
My rating: 5 of 5 stars

buku ini membuat saya begitu bergetar. mamak yang galak, tapi penuh cinta dan kasih sayang. bapak yang lembut, namun penuh ketegasan.
mereka adalah contoh orang tua yang baik dalam mendidik anak2nya.

jaman sekarang, masih nemu gak ya orangtua yang kaya mereka ? atau, anak-anak macam pukat ?

View all my reviews