Selasa, 18 Februari 2014

Another Story

Awan mendung masih menggantung di atap langit. Menggelayut tertiup perlahan oleh angin.
Dalam hati masih menggumam doa, hujanlah yang deras ya Rabb... hujanlah...
bukan aku mengharap air kembali masuk kerumah, tapi jujur saja kurang sehat badanku. 
Berbekal sedikit semangat, sedikit lapar, sedikit sekali keceriaan, aku menuruni anak tangga bersiap berangkat kantor. 

Sedikit sekali 'bekal' yang kubawa pagi itu, sedikti saja tersulut, hatiku kemudian dipenuhi rasa marah. Marah dengan keadaan. Entah keadaan yang mana... padahal sebelum berangkat, suamiku sudah memintaku tersenyum untuknya, untuk ibu juga. Ah, iya. suamiku selalu memintaku tersenyum, sepahit apapun perasaan yang kurasakan. Entah, bibir ini terkunci. Setitik senyumpun tak ada.

Ku peluk erat tubuhnya sambil dibonceng, ada desir kehangatan hinggapi aku. Memeluknya, kadang membuatku lebih tenang. Sekalipun aku masih marah, tapi sedikit reda. Dan, setitik air mata menggantung diujung mataku. 

Beberapa hal dikantor, membuatku sedikit emosi. Padahal, itu perintah atasanku. Dan egoku berkata, kenapa urusan begini saja diperumit sih? atau, kenapa urusan sepele seperti ini harus melalui atasanku sih? aaarrrrggghhh... aku jenuh.

Akhirnya, setelah hari yang cukup melelahkan, dipenghujung sore dimeja kerjaku, Wisma Antara lantai 6 sisi barat gedung, ku habiskan dengan menatap layar laptopku. Fyuuh, selesai juga hari ini, gumamku.

Setelah semua peristiwa yang ku lalui hari ini, selintas saja, aku bertanya pada diriku sendiri. Mengapa aku hari ini begitu merasa 'tersiksa' ? Apa aku bahagia sekarang? Kalau tidak, mengapa aku tidak bahagia?

Mudah sekali perasaan gelisah, tidak tenang, merayap bebas di relung hatiku. Mudah sekali aku terganggu. Kemudian, mengapa aku harus marah? saat kehidupan ini, telah memberiku banyak sekali arti. Mengapa aku harus mengeluh ? saat mata ini masih diberi kepercayaan melihat senyum orang-orang yang ku cintai. Mengapa aku harus tidak bahagia ?

Lantas dimana letak kebahagiaan itu ?
Kebahagiaan itu letaknya didasar hati. Bersumber dari mata air yang tak diciptakan. Mata air yang selalu menjernihkan hati, mengaliri seluk beluk danau hati. Airnya selalu jernih, menjernihkan. Bahagia itu sederhana, bahagia itu Bersyukur.

Hari itu, diantara peristiwa yang seharusnya tidak perlu membuatku marah, diantara peristiwa yang harusnya tidak membuahku mengeluh, entah untuk sekian kalinya Tuhan menegurku. Entah sekian kalinya Dia menunjukkan kasih sayang-Nya.

Ya, Aku tak berdaya di hadap-Nya. Aku lemah sekali. Sepintas saja, Aku tersadar bahwa begitu banyak hal akan terbuang sia-sia saat aku tak mampu mengelola emosi dengan baik. Bersyukurlah !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

blogger yang baik, selalu meninggalkan jejaknya ;)

my review on goodreads

Pukat (Serial Anak-anak Mamak, Buku 3)Pukat by Tere Liye
My rating: 5 of 5 stars

buku ini membuat saya begitu bergetar. mamak yang galak, tapi penuh cinta dan kasih sayang. bapak yang lembut, namun penuh ketegasan.
mereka adalah contoh orang tua yang baik dalam mendidik anak2nya.

jaman sekarang, masih nemu gak ya orangtua yang kaya mereka ? atau, anak-anak macam pukat ?

View all my reviews